A. PENDAHULUAN
Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih baik jika 'anak mengalami' apa yang dipelajarinya, bukan 'mengetahui'-nya. Pembelajaran ynag beroriertasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi 'mengingat' jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Dan itu lah yang terjadi dikelas-kelas sekolah kita!
Sebuah peradaban akan menurun apabila terjadi demoralisasi pada masyarakatnya. Bahkan banyak pakar, filsuf, dan orang-orang bijak yang mengatakan bahwa faktor moral (akhlak) adalah hal utama yang harus dibangun terlebih dahulu agar biasa membangun sebuah masyarakat yang tertib, aman dan sejaterah. Salag satu kewajiban utama yang harus dijalankan oleh para orang tua dan pendidikan adalah melestarikan dan dan mengajarkan nilai-nilai moral kepada anak-anaknya. Nilai moral yang ditanamkan akan membentuk karakter (akhlak mulia) yang merupakan fondasi penting bagi terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang beradab dan sejahter. Bahkan betapa pentingnya pembentukan karakter tersebut, Mahtama Gandhi pernah mengatakan : " Kelahiran dan menjalankan ritual fisik tidak dapat menentukan derajat baik atau buruk sesorang. Kualitas berkarakter satu-satunya faktor penentu derajat seseorang". " Mendidik sesorang hanya dalam aspek kecerdasan otak bukan aspek moral adalah ancaman marabahaya dalam masyarakat", kata Theodore Roosevelt (dalam Ratna Megawangi, 2007:).
Saya contohkan mengenai pendidikan karakter bangsa kita sudah berjalan hampir satu abad yang
lalu, namun hasilnya menggenaskan. Para pemimpin menunjukkan karakter
tidak peduli dan tidak sensitif terhadap kehidupan masyarakat. Setiap
orang yang memiliki kekuasaan berusaha membuat keputusan yang
menguntungkan diri sendiri. Menghamburkan uang negara untuk diri sendiri
tanpa memikirkan kesejahteraan rakyat. Kehidupan bangsa saat ini berada
pada titik nadir terendah. Di mana-mana terjadi kebobrokan moral,
krisis dalam dunia politik, pengadilan, pendidikan, bahkan krisis di
bidang pemerintahan dan kepemimpinan.
Penulis mempersoalkan apa yang kurang dari pendidikan karakter? Baru
disadari akhir-akhir ini bahwa pendidikan karakter bangsa Indonesia
kurang kontekstual, tidak menggali nilai-nilai budaya lokal yang baik
dan unggul serta mengintegrasikannya dalam hidup sehari-hari.
B. PERNYATAAN
Pendidikan karakter adalah bukan hal yang baru dalam pendidikan di
Indonesia. Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia, menyatakan
bahwa pendidikan merupakan upaya menumbuhkan budi pekerti (character), pikiran (intellect),
dan tubuh. Ketiganya tidak bisa dipisahkan, supaya anak dapat tumbuh
dengan sempurna. Jadi pendidikan karakter merupakan bagian penting yang
tidak boleh dipisahkan dalam isi pendidikan di Indonesia. Mudji Sutrisno
SJ menyetujui pendidikan karakter ini melalui jalur pendidikan, meski
pendidikan merupakan reduksi dari “mencerdaskan kehidupan bangsa” (Seputar Indonesia,
9/XI/2011). Perlu diingat bahwa isi dari “mencerdaskan kehidupan
bangsa” adalah pendidikan kesadaran dan pendidikan kemartabatan. Dengan
demikian, awal kebudayaan selalu menyatu dengan pendidikan sebab proses
pendidikan adalah proses kebudayaan.
C. PERMASALAHAN
Nilai moral yang dinamakan akan membentuk karakter (akhlak mulai) yang merupakan fondasi penting bagi terbentuknya sebuah tatannan masyarakat yang beradap dan sejahterah. Upaya mewujudkan nilai-nilai tersebut diatas dapat dilaksanakan melalui pembelajaran. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Beberapa pertanyaan yang mesti dijawab adalah apakah pembelajaran yang dilakukan disekolah saat ini sudah memperhatikan penanaman nilai nilai moral (karakter) yang dibutuhkan oleh setiap peserta didik? Kapan sebaiknya membangun karakter anak dan siapa yang berkewajiban membangun karakter tersebut ? Permasalahan tersebut akan dibahas dalam paparan ini.
D. MENGAPA PENDIDIKAN KARAKTER ITU PENTING ?
Pendidikan merupakan proses menuju kearah yang lebih baik. Membangun karakter anak sejak dini sangat diperlukan dalam rangka menyiapkan generasi anak bangsa yang berkualitas yang dibutuhkan dalam pembangunan bangsa. Ratna Megawangi menjelaskan bawa karakter adalah kunci keberhasilan individu.
Dalam konteks membangunan nilai-nilai karakter bangsa Karso Mulya mengemuka 17 nilai karakter bangsa yang diharapkan dapat dibangun oleh bangsa Indonesia. Adapun nilai-nilai karakter bangsa yang dimaksud adalah iman, taqwa, berakhlak mulia, berilmu/berkeahlian, jujur, disiplin, demokratis, adil, bertangjawab, cinta tanah air, orientasi pada keunggulan, gotong royong, sehat, mandiri, kreatif, menghargai, dan cakap. Lebih lanjut ia menjelaskan bawa pembangunan karakter bangsa adalah upaya sadar untuk memperbaiki, meningkatkan seluruh perilaku yang mencangkup adat istiadat, nilai-nilai, potensi, kemampuan, bakat dan pikiran bangsa Indonesia.
E. KESIMPULAN
1. Pendidikan karakter dapat dipahami asal
kita mampu memetakan persoalan serta berani bertindak untuk menjawab
tantangan bagi pengembangan pendidikan karakter.
2. Menjadi tantangan bagi setiap pendidik
dan pengambil keputusan untuk selalu terbuka pada perbaikan, termasuk
memberi ruang bagi dialog, debat, diskusi, kritik yang terbuka, jika
kita ingin mengembangkan pendidikan karakter yang berkesinambungan.
3. Filsafat pendidikan Indonesia rupanya harus diarahkan menuju pembangunan konsientisasi
(penyadaran) besar-besaran mengenai manusia Indonesia yang berada dalam
kemajemukan agama, ras, suku, daerah dan juga kepentingan. Pertanyaan
yang bisa timbul adalah ke-Jawa-an menyumbang apa bagi ke Indonesiaan,
ke-Bugis-an menyumbang apa bagi keIndonesiaan, dan seterusnya.
Untuk lebih mengenal dan dapat memahami lebih tentang Pendidikan karakter yang kontekstual kalian bisa baca DISINI dan YANG LEBIH SEPESIFIK LAGI OLEH M. Syukri.
Kalian juga bisa baca artikel saya yang lain mengenai PERBEDAAN KARAKTER DAN KEPRIBADIAN.
SEKIAN TERIMAKASIH.
ConversionConversion EmoticonEmoticon